Minggu, 23 Juni 2013

formasi gunung api


  1. Formasi Oyo – Wonosari

Selaras di atas Formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo – Wonosari. Formasi ini terutama terdiri-dari batugamping dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah bagian dari Pegunungan Selatan memanjang ke timur, membelok ke arah utara di sebelah Perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri – Baturetno.
Bagian terbawah dari Formasi Oyo – Wonosari terutama tersusun dari batugamping berlapis yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang terendapkan pada kondisi laut yang lebih dalam, seperti yang terlihat pada singkapan di daerah di dekat muara Sungai Widoro masuk ke Sungai Oyo. Di lapangan batugamping ini terlihat sebagai batugamping berlapis, menunjukkan sortasi butir dan pada bagian yang halus banyak dijumpai fosil jejak tipe burial yang terdapat pada bidang permukaaan perlapisan ataupun memotong sejajar perlapisan. Batugamping kelompok ini disebut sebagai anggota Oyo dari Formasi Wonosari.
Ke arah lebih muda, anggota Oyo ini bergradasi menjadi dua fasies yang berbeda. Di daerah Wonosari, semakin ke selatan batugamping semakin berubah menjadi batugamping terumbu yang berupa rudstone, framestone, floatstone, bersifat lebih keras dan dinamakan sebagai anggota Wonosari dari Formasi Oyo – Wonosari (Bothe, 1929). Sedangkan di barat daya Kota Wonosari batugamping terumbu ini berubah menjadi batugamping berlapis yang bergradasi menjadi napal yang disebut sebagai anggota Kepek dari Formasi Wonosari. Anggota Kepek ini juga tersingkap di bagian timur, yaitu di daerah depresi Wonogiri – Baturetno, di bawah endapan kuarter seperti yang terdapat di daerah Eromoko. Secara keseluruhan, formasi ini terbentuk selama Miosen Akhir (N9 – N18).
  1. Formasi Kebo – Butak

Formasi ini secara umum terdiri-dari konglomerat, batupasir, dan batulempung yang menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan gaya berat yang lain. Di bagian bawah oleh Bothe disebut sebagai anggota Kebo (Kebo beds) yang tersusun antara batupasir, batulanau, dan batulempung yang khas menunjukkan struktur turbidit dengan perselingan batupasir konglomeratan yang mengandung klastika lempung. Bagian bawah anggota ini diterobos olehsill batuan beku.
Bagian atas dari formasi ini termasuk anggota Butak yang tersusun oleh perulangan batupasir konglomeratan yang bergradasi menjadi lempung atau lanau. Ketebalan rata-rata formasi ini kurang lebih 800 meter. Urutan yang membentuk Formasi Kebo – Butak ini ditafsirkan terbentuk pada lingkungan lower submarine fan dengan beberapa interupsi pengandapan tipe mid fan yang terbentuk pada Oligosen Akhir (N2 – N3).
2. Formasi Semilir
Secara umum formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufan, ringan, dan kadang-kadang diselingi oleh selaan breksi volkanik. Fragmen yang menyusun breksi maupun batupasir biasanya berupa batuapung yang bersifat asam. Di lapangan biasanya dijumpai perlapisan yang begitu baik, dan struktur yang mencirikan turbidit banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa pengendapan berlangsung secara cepat atau berada pada daerah yang sangat dalam, berada pada daerah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan sudah mengalami korosi sebelum mencapai dasar pengendapan. Umur dari formasi ini diduga adalah pada Miosen Awal (N4) berdasar pada keterdapatanGlobigerinoides primordius pada daerah yang bersifat lempungan dari formasi ini, yaitu di dekat Piyungan (Van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang secara selaras di atas anggota Butak dari Formasi Kebo – Butak. Formasi ini tersingkap secara baik di wilayahnya, yaitu di tebing gawir Baturagung di bawah puncak Semilir.
3. Formasi Nglanggeran
Formasi ini berbeda dengan formasi-formasi sebelumnya, yang dicirikan oleh penyusun utamanya berupa breksi dengan penyusun material volkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar, bagian yang terkasar dari breksinya hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit, sebagian besar telah mengalami breksiasi.
Formasi ini ditafsirkan sebagai pengendapan dari aliran rombakan yang berasal dari gunungapi bawah laut, dalam lingkungan laut, dan proses pengendapan berjalan cepat, yaitu hanya selama Miosen Awal (N4).
Singkapan utama dari formasi ini adalah di Gunung Nglanggeran pada Perbukitan Baturagung. Kontaknya dengan Formasi Semilir di bawahnya merupakan kontak yang tajam. Hal inilah yang menyebabkan mengapa Formasi Nglanggeran dianggap tidak searas di atas Formasi Semilir. Namun perlu diingat bahwa kontak yang tajam itu bisa terjadi karena perbedaan mekanisme pengendapan dari energi sedang atau rendah menjadi energi tinggi tanpa harus melewati kurun waktu geologi yang cukup lama. Hal ini sangat biasa dalam proses pengendapan akibat gaya berat. Van Gorsel (1987) menganggap bahwa pengendapannya diibaratkan proses runtuhnya gunungapi seperti Krakatau yang berada di lingkungan laut.
Ke arah atas, yaitu ke arah Formasi Sambipitu, Formasi Nglanggeran berubah secara bergradasi, seperti yang terlihat pada singkapan di Sungai Putat. Lokasi yang diamati oleh EGR tahun 2002 berada pada sisi lain Sungai Putat dimana kontak kedua formasi ini ditunjukkan oleh kontak struktural.
4. Formasi Sambipitu
Di atas Formasi Nglanggeran kembali terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri-ciri turbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh batupasir yang bergradasi menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah, batupasirnya masih menunjukkan sifat volkanik, sedang ke arah atas sifat volkanik ini berubah menjadi batupasir yang bersifat gampingan. Pada batupasir gampingan  ini sering dijumpai fragmen dari koral dan foraminifera besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal yang terseret masuk dalam lingkungan yang lebih dalam akibat arus turbid.
Ke arah atas, Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi Wonosari (anggota Oyo) seperti singkapan yang terdapat di Sungai Widoro di dekat Bunder. Formasi Sambipitu terbentuk selama zaman Miosen, yaitu kira-kira antara N4 – N8 atau NN2 – NN5.