Minggu, 23 Juni 2013

formasi gunung api


  1. Formasi Oyo – Wonosari

Selaras di atas Formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo – Wonosari. Formasi ini terutama terdiri-dari batugamping dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah bagian dari Pegunungan Selatan memanjang ke timur, membelok ke arah utara di sebelah Perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri – Baturetno.
Bagian terbawah dari Formasi Oyo – Wonosari terutama tersusun dari batugamping berlapis yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang terendapkan pada kondisi laut yang lebih dalam, seperti yang terlihat pada singkapan di daerah di dekat muara Sungai Widoro masuk ke Sungai Oyo. Di lapangan batugamping ini terlihat sebagai batugamping berlapis, menunjukkan sortasi butir dan pada bagian yang halus banyak dijumpai fosil jejak tipe burial yang terdapat pada bidang permukaaan perlapisan ataupun memotong sejajar perlapisan. Batugamping kelompok ini disebut sebagai anggota Oyo dari Formasi Wonosari.
Ke arah lebih muda, anggota Oyo ini bergradasi menjadi dua fasies yang berbeda. Di daerah Wonosari, semakin ke selatan batugamping semakin berubah menjadi batugamping terumbu yang berupa rudstone, framestone, floatstone, bersifat lebih keras dan dinamakan sebagai anggota Wonosari dari Formasi Oyo – Wonosari (Bothe, 1929). Sedangkan di barat daya Kota Wonosari batugamping terumbu ini berubah menjadi batugamping berlapis yang bergradasi menjadi napal yang disebut sebagai anggota Kepek dari Formasi Wonosari. Anggota Kepek ini juga tersingkap di bagian timur, yaitu di daerah depresi Wonogiri – Baturetno, di bawah endapan kuarter seperti yang terdapat di daerah Eromoko. Secara keseluruhan, formasi ini terbentuk selama Miosen Akhir (N9 – N18).
  1. Formasi Kebo – Butak

Formasi ini secara umum terdiri-dari konglomerat, batupasir, dan batulempung yang menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan gaya berat yang lain. Di bagian bawah oleh Bothe disebut sebagai anggota Kebo (Kebo beds) yang tersusun antara batupasir, batulanau, dan batulempung yang khas menunjukkan struktur turbidit dengan perselingan batupasir konglomeratan yang mengandung klastika lempung. Bagian bawah anggota ini diterobos olehsill batuan beku.
Bagian atas dari formasi ini termasuk anggota Butak yang tersusun oleh perulangan batupasir konglomeratan yang bergradasi menjadi lempung atau lanau. Ketebalan rata-rata formasi ini kurang lebih 800 meter. Urutan yang membentuk Formasi Kebo – Butak ini ditafsirkan terbentuk pada lingkungan lower submarine fan dengan beberapa interupsi pengandapan tipe mid fan yang terbentuk pada Oligosen Akhir (N2 – N3).
2. Formasi Semilir
Secara umum formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufan, ringan, dan kadang-kadang diselingi oleh selaan breksi volkanik. Fragmen yang menyusun breksi maupun batupasir biasanya berupa batuapung yang bersifat asam. Di lapangan biasanya dijumpai perlapisan yang begitu baik, dan struktur yang mencirikan turbidit banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa pengendapan berlangsung secara cepat atau berada pada daerah yang sangat dalam, berada pada daerah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan sudah mengalami korosi sebelum mencapai dasar pengendapan. Umur dari formasi ini diduga adalah pada Miosen Awal (N4) berdasar pada keterdapatanGlobigerinoides primordius pada daerah yang bersifat lempungan dari formasi ini, yaitu di dekat Piyungan (Van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang secara selaras di atas anggota Butak dari Formasi Kebo – Butak. Formasi ini tersingkap secara baik di wilayahnya, yaitu di tebing gawir Baturagung di bawah puncak Semilir.
3. Formasi Nglanggeran
Formasi ini berbeda dengan formasi-formasi sebelumnya, yang dicirikan oleh penyusun utamanya berupa breksi dengan penyusun material volkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar, bagian yang terkasar dari breksinya hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit, sebagian besar telah mengalami breksiasi.
Formasi ini ditafsirkan sebagai pengendapan dari aliran rombakan yang berasal dari gunungapi bawah laut, dalam lingkungan laut, dan proses pengendapan berjalan cepat, yaitu hanya selama Miosen Awal (N4).
Singkapan utama dari formasi ini adalah di Gunung Nglanggeran pada Perbukitan Baturagung. Kontaknya dengan Formasi Semilir di bawahnya merupakan kontak yang tajam. Hal inilah yang menyebabkan mengapa Formasi Nglanggeran dianggap tidak searas di atas Formasi Semilir. Namun perlu diingat bahwa kontak yang tajam itu bisa terjadi karena perbedaan mekanisme pengendapan dari energi sedang atau rendah menjadi energi tinggi tanpa harus melewati kurun waktu geologi yang cukup lama. Hal ini sangat biasa dalam proses pengendapan akibat gaya berat. Van Gorsel (1987) menganggap bahwa pengendapannya diibaratkan proses runtuhnya gunungapi seperti Krakatau yang berada di lingkungan laut.
Ke arah atas, yaitu ke arah Formasi Sambipitu, Formasi Nglanggeran berubah secara bergradasi, seperti yang terlihat pada singkapan di Sungai Putat. Lokasi yang diamati oleh EGR tahun 2002 berada pada sisi lain Sungai Putat dimana kontak kedua formasi ini ditunjukkan oleh kontak struktural.
4. Formasi Sambipitu
Di atas Formasi Nglanggeran kembali terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri-ciri turbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh batupasir yang bergradasi menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah, batupasirnya masih menunjukkan sifat volkanik, sedang ke arah atas sifat volkanik ini berubah menjadi batupasir yang bersifat gampingan. Pada batupasir gampingan  ini sering dijumpai fragmen dari koral dan foraminifera besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal yang terseret masuk dalam lingkungan yang lebih dalam akibat arus turbid.
Ke arah atas, Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi Wonosari (anggota Oyo) seperti singkapan yang terdapat di Sungai Widoro di dekat Bunder. Formasi Sambipitu terbentuk selama zaman Miosen, yaitu kira-kira antara N4 – N8 atau NN2 – NN5.

Rabu, 15 Mei 2013

POLA ALIRAN SUNGAI

Pola Aliran Sungai
Kegiatan erosi dan tektonik yang menghasilkan bentuk - bentuk lembah sebagai tempatpengaliran air, selanjutnya akan membentuk pola - pola tertentu yang disebut sebagai pola aliran.Pola aliran ini sangat berhubungan dengan jenis batuan, struktur geologi kondisi erosi dan sejarahbentuk bumi. Sistem pengaliran yang berkembang pada permukaan bumi secara regional dikontrololeh kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan, struktur geologi, jenis dan kerapatanvegetasi serta kondisi iklim.Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara, terutama padaskala yang besar. Percabangan - percabangan dab erosi yang kecil pada permukaan bumi akantampak dengan jelas, sedangkan pada skala menengah akan menunjukkan pola yang menyeluruhsebagai cerminan jenis batuan, struktur geologi dan erosi. Pola pengaliran pada batuan yang berlapissangat tergantung pada kondisi tofografi, geologi (jenis, sebaran, ketebalan dan bidang perlapisanbatuan serta geologi struktur seperti sesar, kekar, arah dan bentuk perlipatan), iklim, sertavegetasiyang terdapat di dalam DAS bersangkutan..Roy Syaffer membedakan pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan polapengaliran modifikasi. Definisi pola pengaliran yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu daerah yangdipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur pengaliran tetap pengali.Biasanya pola pengaliran yang demikian disebut sebagai pola pengaliran permanen(tetap).
2. Pola dasar adalah salah satu sifat yang terbaca dan dapat dipisahkan dari pola dasarlainnya.
3. Perubahan (modifikasi) pola dasar adalah salah satu perbedaan yang dibuat dari poladasar setempat.Pola pengaliran juga berguna dalam penentuan variasi litologi karena bentuknya dikontrololeh kemiringan lereng dan ketahanan batuan. Selain itu, sungai dapat bertahan lebih lamadibandingkan dengan bentuk fisiografi lainnya. Oleh karena itu, pola pengaliran dapat merekamsejarah geologi yang lebih panjang pada suatu daerah.
Pola Pengaliran Dasar 
Pola pengaliran dasar merupakan pola pengaliran yang terbaca dan dapat dipisahkan denganpola pengaliran dasar lainnya. Kebanyakan dari pola aliran dasar dikontrol oleh struktur regionalyang berkembang pada daerah tersebut
 
 
Tabel 1.
Pola Pengaliran Dasar dan Karakteristiknya
Pola PengaliranDasar
Karakteristik
Dendritik
bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan kekerasan relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar serta tahan akan pelapukan,kemiringan landai, kurang dipengaruhi struktur geologi. Umumnya anak-anak sungainya (tributaries) cenderung sejajar dengan induk sungainya, dimana anak-anak sungainya bermuara pada induk sungai dengan sudut lancip.Pola ini biasanya terdapat pada daerah berstruktur plain, atau pada daerah batuan yang sejenis (seragam, homogen) dengan penyebaran yang luas.
Paralel
bentuk umum cenderung sejajar, berlereng sedang sampai agak curam,dipengaruhi struktur geologi, terdapat pada perbukitan memanjang dipengaruhiperlipatan, merupakan transisi pola dendritik dan trelis. Beberapa wilayah di pantai barat Sumatera memperlihatkan pola pengaliran parallel.
Trelis
bentuk memanjang sepanjang arah strike batuan sedimen. Biasanya dikontrol olehstruktur lipatan. Batuan sedimen dengan kemiringan atau terlipat, batuan vulkanikserta batuan metasedimen berderajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola pengalirannya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.Induk sungai mengalir sejajar dengan strike, mengalir di atas struktur synclinal,sedangkan anak-anak sungainya mengalir sesuai diping dari sayap-sayap synclinaldan anticlinal-nya. Jadi, anak-anak sungai juga bermuara tegak lurus terhadapinduk sungainya.Pola pengaliran trellis mencirikan daerah pegunungan lipatan (folded mountains).
Rektangular
induk sungainya memiliki kelokan-kelokan ± 900, arah anak-anak sungai (tributary)terhadap sungai induknya berpotongan tegak lurus. Induk sungai dengan anaksungai memperlihatkan arah lengkungan menganan, pengontrol struktur atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan perlapisanbatuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.Biasanya ditemukan di daerah pegunungan patahan (block mountains). Pola seperti ini menunjukkan adanya pengaruh joint atau bidang-bidang dan/atau retakan patahan escarp-escarp atau graben-graben yang saling berpotongan.
Radial
bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah intrusi, kerucutvulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa erosi. Memiliki duasistem, sentrifugal dengan arah penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah)dan sentripetal dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).
Pola Radial Sentripugal
Pola pengaliran beberapa sungai di mana daerah hulu sungai-sungai itu saling berdekatan seakan terpusat pada satu titik tetapi muaranya menyebar, masing-masing ke segala arah. Pola pengaliran radial terdapat di daerah gunungapi atau topografi bentuk kubah seperti pegunungan dome yang berstadia muda, hulu sungai-sungai berada di bagian puncak, tetapimuaranya masing-masing menyebar ke arah yang lain, ke segala arah.
Pola Radial Sentripetal, Kebalikan dari pola radial yang menyebar dari satu pusat, pola sentripetal ini justru memusat dari banyak arah. Pola ini terdapat pada satu cekungan (basin), dan biasanya bermuara pada satu danau. Di daerah beriklim kering dimana air danau tidak mempunyai saluran pelepasan ke laut karena penguapan sangat tinggi, biasanya memiliki kadar garam yang tinggi sehingga terasa asin.
Anular
bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai, sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus. Mencirikan kubah dewasa yang sudah terpotong atau terkikis dimana disusun perselingan batuan keras dan lunak. Jugaberupa cekungan dan kemungkinan stocks.Terdapat pada daerah berstruktur dome (kubah) yang topografinya telah berada pada stadium dewasa. Daerah dome yang semula (pada stadium remaja) tertutup oleh lapisan-lapisan batuan endapan yang berselang-seling antara lapisan batuankeras dengan lapisan batuan lembut.
Multibasinal
endapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaanpenggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan tanah,vulkanisme, pelarutan gamping serta lelehan salju atau permafrost.
Kontorted
terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang menunjukkandaerah yang relatif keras batuannya, anak sungai yang lebih panjang ke arahlengkungan subsekuen, umumnya menunjukkan kemiringan lapisan batuanmetamorf dan merupakan pembeda antara penunjaman antiklin dan sinklin.
Pola Pengaliran Modifikasi
Pola pengaliran modifikasi adalah pola pengaliran dengan perubahan yang masih memperlihatkan ciri pola pengaliran dasar.Hubungan pola dasar dan pola perubahan (modifikasi) dengan jenis batuan dan struktur geologi sangat erat, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat ditambah atau dikurangi. Roy Syaffer membuat klasifikasi pola pengaliran menjadi pola erosional, pola pengendapan dan polakhusus. Pola dendritik (sub dendritik), radial, angular (sub angular), tralis dan rektangular termasukpola erosional, sedangkan pola - pola lurus (elongate), menganyam (braided), berkelok(meandering), yazoo, rektikular dan pola dikhotomik termasuk pola pengendapan. Klasifikasi polakhusus dibagi menjadi pola pe-ngaliran internal seperti pola "sinkhole" pada bentuklahan karst(gamping) dan pola "palimpset" atau "berbed" untuk daerah yang dianggap khusus.
Tabel 2.
Pola Pengaliran Modifikasi dan Karakteristiknya menurut
Pola Pengaliran
Kerakteristik
Subdendritik
umumnya struktural
Pinnate
tekstur batuan halus dan mudah tererosi
Anastomatik
dataran banjir, delta atau rawa
Dikhotomik
kipas aluvial dan delta seperti penganyaman
Subparalel
lereng memanjang atau dikontrol oleh bentuk lahan memanjang
Kolinier
kelurusan bentuk lahan bermaterial halus dan beting pasir
Direksional Trellis
homoklin landai seperti beting gisik
Trellis Berbelok
perlipatan memanjang
Trellis Sesar
percabangan menyatu atau berpencar, sesar paralel
Trellis Kekar
sesar paralel dan atau kekar
Angulate
kekar dan sesar pada daerah berkemiringan
Karst
Batu gamping
Pola Pengaliran
Kerakteristik
Subdendritik
umumnya struktural
Pinnate
tekstur batuan halus dan mudah tererosi
A
nastomatik
dataran banjir, delta atau rawa
Dikhotomik
kipas aluvial dan delta seperti penganyaman
Subparalel
lereng memanjang atau dikontrol oleh bentuk lahan memanjang
Kolinier
kelurusan bentuk lahan bermaterial halus dan beting pasir
Direksional Trellis
homoklin landai seperti beting gisik
Trellis Berbelok
perlipatan memanjang
Trellis Sesar
percabangan menyatu atau berpencar, sesar parallel
Trellis Kekar
sesar paralel dan atau kekar
A
ngulate
kekar dan sesar pada daerah berkemiringan
Karst
Batugamping

Jumat, 10 Mei 2013

BATUAN BEKU DAN KLASIFIKASI BERDASARKAN GENESANYA


A. Pengertian dan Genesa Batuan Beku
Batuan Beku adalah Kumpulan interlocking agregat mineral-mineral silikat hasil magma yang mendingin ( Walter T. Huang, 1962 ). Sedangkan menurut Graha (1987) adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silika cair dan pijar, yang kita kenal dengan magma.
Batuan beku meliputi sekitar 95 % bagian teratas kerak bumi (15km) tetapi jumlahnya yang besar tersebut sering tidak tampak karena tertutupilapisan yang relatif tipis dari batuan sedimen dan metamorf. Batuan beku merupakan hasil kristalisasi magma, cairan silika yang mengkristal atau membeku di dalam daan di permukaan bumi. Temperatur yang tinggi dari magma (900°C – 1000°C) memberikan suatu perkiraan bahwa magma berasal dari bagian yang dalam dari bumi. Semua material gunung berapi yang dikeluarkan ke permukaan bumi akan mendingin dengan cepat, sedang proses pembantukan batuan beku yang terjadi di bawah permukaan bumi berlangsung lama. Dalam suatu magma yang mengandung unsur O, Si, Mg, dan Fe maka mineral dengan titik beku tertinggi Mg-olivin (forsterite), akan mengkristal pertama kemudian diikutioleh Fe-olivin (fayelite). Pada magma yang kaya akan komponen plagioklas, maka anortit akan megkristal dahulu kemudian didikuti yang lainnnya sampai albit. Kristalisasi semacam ini terjadi akibat reaksi menerus yang terjadi pada kesetimbangan antara cairan dan endapan kristal sebagai fungsi turunan temperatur (Subroto, 1984).
B. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Genesanya
klasifikasi batuan beku secara genetika didasarkan pada tempat terbentuknya. Batuan beku berdasarkan genesa  dapat dibedakan menjadi:
  1. Batuan Beku Intrusif (membeku dibawah permukaan).
  2. Batuan Beku  Ekstrusif (memebeku di permukaaan).
1. Batuan Beku Intrusif
Proses batuan beku intrusif sangat berbeda dengan dengan kegiatan batuan vulkanik, karena perbedaan dari tempat terbentuknya dari kedua jenis ini. Menurut Graha (1987) tiga prinsip dari tipe bentuk intrusi batuan beku, bentuk dasar dari geometri adalah:
a. Bentuk Tidak Beraturan
Pada umumnya berbentuk diskordan (memotong dari lapisan massa batuan) dan  biasanya memiliki bentuk yang jelas dipermukaan bumi. Penampang melintang dari tubuh pluton (intrusi dengan bentuk tidak beraturan) memperlihatkan bentuknya yang besar dan kedalamnaya tidak diketahui batasnya. Contoh batuan  yang berbentuk seperti ini adalah batolit, singkapan dipermukaan  memiliki luas sampai 100 km persegi. Sedangkan contoh lainya adalah stok, hampir sama sifatnya tetapi berbeda ukurannya
b. Bentuk Tabular
Intrusi berbentuk tabular mempunyai dua bentuk yang berbeda, yaitu dike (retas) mempunyai bentuk diskordan (tubuh intrusi memotong dari lapisan masa batuan) dan Sill mempunyai bentuk konkordan (tubuh intrusi sejajar dengan lapisan batuan). Dike adalah intrusi yang memotong batuan induk, kadang kontak hampir sejajar. Kenampakan di lapangan dike dapat berukuran sangat kecil dan dapat pula berukuran sangat besar. Sedangkan sill adalah batuan beku yang diintrusikan diantara dan sepanjang lapisan batuan sedimen, dengan ketebalan dari beberapa mm sampai beberapa km. Contoh lainya adalah lakolit dan lapolit.
c. Bentuk Pipa
Tipe ketiga dari tubuh intrusi, relative memilki tubuh yang kecil, hanya pluton-pluton diskordan. Bentuk yang khas dari grup ini adalah intrusi-intrusi silinder atau pipa. Sebagian besar merupakan sisa dari korok suatu gunungapi tua, biasa disebut vulkanik nek (teras gunungapi). Kenampakanya dilapangan berbentuk silinder, berukuran besar tetapi kedalamannya tidak diketahui.
2. Batuan Beku Ekstrusif
Batuan ekstrusif terdiri atas semua material yang dikeluarkan ke permukaan bumi baik di daratan ataupun di bawah permukaan laut. Material ini mendingin dengan cepat,ada yang berbentuk padat, debu atau suatu larutan yang kental dan panas, cairan ini biasa disebut dengan lava (Graha, 1987).
Lava merupakan magma yang telah keluar dari kerak bumi. Ada 2 tipe magma yaitu magma asam dan magma basa. Magma basa  mengandung silika yang rendah dan viskositas relatif rendah. Magma basa yang telah keluar ke permukaan bumi sebagai lava basaltis. Sedangkan magma asam  memilki kandungan silika yang tinggi dan viskositas relatif tinggi (Graha, 1987).
Sedangkan campuran antara batuan dengan butiran halus yang sering berasosiasi  dengan batuan vulkanik disebut batuan piroklastik. Percampuran dari fragmen batuan yang besar dengan lava dan debu vulkanik, sehingga membentuk agglomerate. Dan dari butiran halus  seperti debu dan fragmen batuan maka akan membentuk tuff (Graha, 1987).
Selain pembagian di atas, batuan beku berdasarkan genesa  juga dapat dibagi menjadi 3 kelompok (Subroto1984), yaitu :
a. Batuan Beku Volkanik
yang merupakan hasil proses vulkanisme, produknya biasanya mempunyai ukuran kristal yang relative halus karena membeku dipermukaan atau di dekat permukaan bumi. Batuan beku volkanik  dibagi menjadi batauan beku volkanik intrusif, batuan beku  volkanik ekstrusif  yang sering disebut dengan batuan beku fragmental dan batuan beku volkanik efusif.
b. Batuan beku plutonik
terbentuk dari proses pembekuan magma yang jauh didalam bumi, mempunyai kristal yang berukuran kasar.
c. Batuan beku hipabisal
yang merupakan produk intrusi minor, mempunyai kristal berukuran sedang atau campuran antara halus dan kasar.

TEKSTUR DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU


Magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam komposisi, larutan magma ini mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada saat pembekuan magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur yang berbeda.

Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang tinggi di bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-mineral penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur dan tekanan permukaan yang rendah, mineral-mineral penyusun batuan beku tidak sempat membentuk sistem kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian) yang tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran relatif kecil. 
Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan :

1. Tingkat kristalisasi
  • Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal
  • Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas
  • Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas
2. Ukuran butir
  • Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh mineral-mineral yang berukuran kasar.
  • Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh mineral berukuran halus.
3. Bentuk kristal

Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. 
Bentuk mineral yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:
  • Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna 
  • Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna
  • Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.
4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya
  • Unidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna)
  • Hypidiomorf (Hypautomorf), yaitu sebagian besar kristalnya berbentuk euhedral dan subhedral.
  • Allotriomorf (Xenomorf), sebagian besar penyusunnya merupakan kristal yang berbentuk anhedral.
5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya
  • Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama
  •  Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama

Klasifikasi Batuan Beku
 
Batuan beku diklasifikasikan berdasarkan tempat terbentuknya, warna, kimia, tekstur, dan mineraloginya.
a. Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibedakan atas :

  1. Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk jauh di perut bumi.
  2. Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang terbentu tidak jauh dari permukaan bumi
  3. Batuan beku vulkanik, yaitu batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi
Berdasarkan warnanya, mineral pembentuk batuan beku ada dua yaitu mineral mafic (gelap) seperti olivin, piroksen, amphibol dan biotit, dan mineral felsic (terang) seperti Feldspar, muskovit, kuarsa dan feldspatoid.

b. Klasifikasi batuan beku berdasarkan warnanya yaitu:

  1. Leucocratic rock, kandungan mineral mafic < 30%
  2. Mesocratic rock, kandungan mineral mafic 30% - 60%
  3. Melanocratic rock, kandungan mineral mafic 60% - 90%
  4. Hypermalanic rock, kandungan mineral mafic > 90%
c. Berdasarkan kandungan kimianya yaitu kandungan SiO2-nya batuan beku diklasifikasikan menjadi empat:
  1. Batuan beku asam (acid), kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit, Ryolit.
  2. Batuan beku menengah (intermediat), kandungan SiO2 65% - 52%. Contohnya Diorit, Andesit
  3. Batuan beku basa (basic), kandungan SiO2 52% - 45%, contohnya Gabbro, Basalt
  4. Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan SiO2 < 30%